Internasional

Rumah Sheikh Ekrima Sabri, Imam Besar Masjid Al-Aqsa, Dibongkar Israel: Klaim Bangunan Ilegal

Avatar of Candra Wahyuda
535
×

Rumah Sheikh Ekrima Sabri, Imam Besar Masjid Al-Aqsa, Dibongkar Israel: Klaim Bangunan Ilegal

Sebarkan artikel ini
Rumah Sheikh Ekrima Sabri, Imam Besar Masjid Al-Aqsa, Dibongkar Israel-Klaim Bangunan Ilegal

Betang.id – Pada hari Minggu (3/12/2023), Pasukan Israel melancarkan serbuan di lingkungan Sawaneh di Yerusalem Timur yang mereka kuasai. Dalam serbuan ini, mereka menyatakan bahwa sebuah bangunan tempat tinggal Sheikh Ekrima Sabri, Imam Besar Masjid Al-Aqsa, dianggap sebagai “konstruksi ilegal.”

Sebuah saksi mata melaporkan bahwa sekelompok besar polisi dan intelijen Israel menyerbu gedung tersebut, termasuk apartemen Sheikh Sabri yang berusia 85 tahun di lingkungan Sawaneh di Yerusalem Timur pada pagi hari. Menurut laporan, Pasukan Israel memasang perintah pembongkaran di pintu gedung dengan alasan ‘pembangunan ilegal.’

Bangunan tersebut diyakini telah berdiri bertahun-tahun yang lalu dan saat ini menampung lebih dari 100 warga Palestina di 18 apartemen. Hingga pukul 09.30 GMT, pihak berwenang Israel maupun Sheikh Sabri belum memberikan tanggapan terhadap laporan saksi mata ini.

Sheikh Sabri, yang juga merupakan kepala Otoritas Tinggi Islam (Awqaf), sebelumnya telah ditangkap dan dilarang memasuki Masjid Al-Aqsa serta melakukan perjalanan. Israel menuduhnya melakukan “penghasutan terhadap Israel.”

Langkah Israel ini dianggap sebagai upaya memperluas permukiman mereka dengan memaksa relokasi warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Amerika Serikat, melalui wakil Presiden Kamala Harris, secara resmi menolak niat ini dalam KTT iklim COP28 di Dubai.

Harris menegaskan bahwa AS tidak akan mengizinkan relokasi paksa warga Palestina dan menekankan perlunya persatuan kembali rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat di bawah satu entitas pemerintahan. Ia juga menyoroti pentingnya membangun kembali dalam konteks cakrawala politik yang jelas bagi rakyat Palestina setelah berakhirnya konflik.

Meskipun Israel terus menghadapi kritik internasional, termasuk dari Uni Eropa, yang menekankan pentingnya Israel menghormati hukum kemanusiaan internasional dan hukum perang, militer Israel melanjutkan serangan di Jalur Gaza. PBB mengkritik peta zona evakuasi IDF, menyatakan bahwa peta tersebut tidak memberikan petunjuk yang jelas untuk mengungsi.

Korban konflik ini terus bertambah, dengan lebih dari 15.207 orang tewas di Gaza, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Kementerian Kesehatan Gaza juga melaporkan lebih dari 40.652 orang terluka, sementara 280 dokter dan pekerja medis tewas akibat serangan Israel yang disebut sengaja menargetkan sektor kesehatan. Situasi kemanusiaan semakin memburuk, dengan lebih dari 800.000 warga Palestina di Kota Gaza dan Jalur Gaza utara tanpa akses makanan atau obat-obatan.