Betang.id – Ekonom Senior, Faisal Basri, mengkritisi perbedaan harga jual Crude Palm Oil (CPO) untuk biodiesel dan minyak goreng, menyebabkan stagnasi harga minyak goreng di masyarakat.
Faisal menyoroti keuntungan lebih tinggi dari penjualan CPO untuk biodiesel, terutama karena Pemerintah mendorong program campuran biodiesel ke bahan bakar fosil secara nasional, mencapai 35 persen (B35) dan akan ditingkatkan hingga B100.
Pada diskusi bertema ‘Cerita Tentang Hulu-Hilir Sawit Hari Ini dan Esok: Dampak Kebijakan Biodiesel Terhadap Pasokan Minyak Goreng’, Faisal menegaskan bahwa ekspor bukanlah penyebab stagnasi harga, melainkan biodiesel.
“Pemerintah menciptakan dua harga. Oleh karena itu, semua orang berusaha mencari keuntungan maksimum dan tidak ingin merugi,” ujar Faisal di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Faisal menyatakan ketidaksetaraan saat ini: harga minyak goreng Rp19.000 per liter, meskipun harga CPO mengalami penurunan. “Distorsi terjadi karena mekanisme ini. Harga minyak tidak turun, tetap Rp19 ribu berbulan-bulan, sementara harga CPO turun,” papar Faisal.
Untuk mengatasi masalah ini, Faisal mendorong Pemerintah untuk menyamakan harga CPO untuk pangan dan biodiesel, sehingga harga minyak goreng stabil.
“Pentingnya penyamaan harga CPO untuk kedua kebutuhan ini adalah agar fluktuasi harga dan ketersediaan stok minyak goreng dapat dijaga pada tingkat yang memadai,” tambahnya.
Faisal menekankan perlunya satu harga untuk barang yang sama, namun ia menentang pengawasan alokasi yang berlebihan. “Pengawasan yang berlebihan akan meningkatkan risiko korupsi,” pungkasnya.