Scroll untuk baca artikel
Berita

Operator Jepang Bersatu Tangani Bencana, Indonesia Perlu Mencontoh Kolaborasi Serupa

Avatar of Enny Riana
141
×

Operator Jepang Bersatu Tangani Bencana, Indonesia Perlu Mencontoh Kolaborasi Serupa

Sebarkan artikel ini
Operator Jepang Bersatu Tangani Bencana, Indonesia Perlu Mencontoh Kolaborasi Serupa

Betang.id – Empat raksasa telekomunikasi di Jepang menunjukkan solidaritas tanggap bencana dengan meluncurkan kerangka kerja “Connect to Change”. Inisiatif ini ditujukan untuk memastikan kelangsungan jaringan komunikasi selama dan setelah bencana besar melanda. Langkah ini mengintegrasikan aset-aset penting antaroperator, termasuk SoftBank Corp, Rakuten Mobile, NTT Group, dan KDDI.

Kerangka kerja ini mulai diberlakukan sejak 1 Desember 2024, dengan tujuan mempercepat pemulihan jaringan telekomunikasi di wilayah terdampak bencana, terutama pada jaringan backhaul stasiun pangkalan seluler. Langkah proaktif ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kerja sama dapat mempercepat penanganan darurat di negara yang sering dilanda bencana alam.

scroll untuk membaca

Berbagi Aset untuk Respons Lebih Cepat

Operator Jepang berbagi berbagai aset kritis seperti:

  • Kapal dengan stasiun pangkalan seluler.
  • Fasilitas jaringan telekomunikasi.
  • Lokasi penyimpanan peralatan darurat.
  • Stasiun pengisian bahan bakar.

Sistem ini memungkinkan penggunaan kapal kabel sebagai media pengangkut bantuan dan pemasangan stasiun pangkalan berbasis kapal. Tidak hanya itu, operator juga sepakat untuk berbagi informasi penting mengenai kondisi jaringan, termasuk analisis kerusakan yang menghambat layanan pada fasilitas vital seperti rumah sakit dan pusat pemerintah.

Teknologi Pendeteksi Bencana: Inspirasi bagi Indonesia

Sebagai negara dengan risiko tinggi bencana alam, Jepang menggabungkan edukasi mitigasi bencana dengan teknologi modern. Salah satu pencapaian paling mencolok adalah penerapan J-Alert, sistem peringatan dini berbasis satelit. Teknologi ini memungkinkan pemerintah mengirimkan notifikasi darurat, seperti Earthquake Early Warning (EEW), langsung ke ponsel masyarakat.

Keefektifan J-Alert terbukti dalam gempa besar di Prefektur Ishikawa pada awal Januari 2024 dengan kekuatan 7,4 skala Richter. Meski bencana berpotensi mematikan, korban tewas dilaporkan kurang dari 100 orang—jauh lebih sedikit dibandingkan gempa tahun 2011 yang menelan hampir 20 ribu korban.

Starlink: Jaringan Komunikasi Tangguh di Tengah Bencana

Kemampuan Jepang dalam mempertahankan layanan telekomunikasi meski infrastruktur rusak patut diapresiasi. Operator KDDI Corp memanfaatkan layanan internet satelit Starlink di wilayah terdampak gempa. Layanan ini memainkan peran penting dalam melanjutkan operasi penyelamatan.

Starlink menyediakan 550 router ke penampungan, tim bantuan medis, dan kantor pemerintah. Seperti di Prefektur Ishikawa, petugas pemadam kebakaran menggunakan teknologi ini untuk koordinasi dan pelaporan ke pusat. Untuk masyarakat, layanan Starlink tersedia di pusat evakuasi seperti sekolah, memberikan akses komunikasi vital di tengah keterbatasan.

Indonesia Perlu Langkah Serupa

Sebagai negara yang juga berada di Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), Indonesia menghadapi risiko serupa dengan Jepang, terutama gempa bumi, banjir, dan tanah longsor. Sayangnya, sistem tanggap bencana di Indonesia cenderung berjalan sendiri-sendiri.

Sebagai contoh, saat bencana banjir bandang dan tanah longsor melanda Sukabumi, Jawa Barat, berbagai operator seperti Indosat langsung memberikan bantuan berupa makanan siap saji, kebutuhan medis, hingga perlengkapan tidur. Namun, respon tanggap tersebut masih bersifat individual, tanpa kolaborasi lintas operator atau pemanfaatan teknologi berbasis satelit seperti yang dilakukan Jepang.

Rekomendasi untuk Indonesia

  1. Kolaborasi Antaroperator
    Seperti Jepang, operator telekomunikasi di Indonesia harus membangun kerangka kerja bersama untuk berbagi aset dan sumber daya guna pemulihan jaringan secara cepat di wilayah terdampak bencana.
  2. Pemanfaatan Starlink di Wilayah 3T
    Dengan kehadiran layanan Starlink sejak Mei 2024, pemerintah Indonesia dapat memperluas cakupan telekomunikasi di wilayah Terluar, Terdepan, Tertinggal. Layanan ini dapat menjadi solusi bagi daerah dengan akses terbatas pasca bencana.
  3. Pengembangan Teknologi Peringatan Dini
    Selain meningkatkan edukasi mitigasi bencana, pemerintah perlu memperkuat teknologi peringatan dini seperti sistem J-Alert untuk mempercepat respon masyarakat dalam menghadapi situasi darurat.

Jepang telah menunjukkan bagaimana sinergi operator, teknologi canggih, dan persiapan matang dapat meminimalkan dampak bencana. Dengan kondisi geografis yang serupa, Indonesia berpeluang besar meniru langkah ini untuk menjadi negara yang tangguh menghadapi bencana.

Ikuti kami di google news dan saluran WHATSAPP untuk update berita terbaru dari Betang