Betang.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan publik setelah Dewan Pengawasnya, Tumpak Hatorangan Panggabean, mengungkapkan adanya tiga pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri. Pernyataan tersebut muncul dalam Sidang Kode Etik di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, pada hari Rabu.
Menurut Tumpak, pelanggaran pertama terkait dengan hubungan Firli Bahuri, baik langsung maupun tidak langsung, dengan pihak terkait dalam perkara yang sedang ditangani oleh KPK, khususnya mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Pelanggaran kedua berkaitan dengan ketidakmelaporkan pertemuan Firli dengan SYL kepada sesama pimpinan KPK, yang seharusnya menjadi kewajiban. Sedangkan pelanggaran ketiga terkait dengan ketidaklaporan aset, termasuk valuta asing dan bangunan, dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dewan Pengawas menegaskan bahwa tindakan Firli Bahuri merupakan pelanggaran kode etik berat, yang mencerminkan kurangnya keteladanan dalam tindakan dan perilaku seorang pimpinan KPK. Tumpak juga menjelaskan bahwa perbuatan Firli melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK, terutama Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 4 ayat (1) huruf j, dan Pasal 8 huruf e.
Sebagai hasil dari pertimbangan tersebut, Dewan Pengawas KPK memutuskan untuk memberikan sanksi terberat kepada Firli Bahuri, yakni dengan mendesaknya untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan KPK. Penting untuk dicatat bahwa pembacaan putusan Sidang Kode Etik dilakukan secara in absentia tanpa kehadiran Firli Bahuri. Kontroversi terkait tindakan ini kembali menyoroti kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia.