Betang.id – Perusahaan asal Belanda, ASML, yang menjadi satu-satunya produsen mesin litografi Ultraviolet Ekstrem (EUV) di dunia, terus menjadi pusat perhatian dalam pengembangan teknologi semikonduktor global. Mesin ini, yang harganya mencapai ratusan juta dolar, memungkinkan pola sirkuit yang sangat rumit ditempatkan pada wafer silikon dengan tingkat presisi yang luar biasa.
Dengan hadirnya versi terbaru dari mesin tersebut, yaitu High-NA EUV, teknologi ini mampu memproduksi chipset yang semakin canggih, membuka jalan bagi inovasi baru di sektor elektronik. Namun, di tengah dominasi ASML, CEO perusahaan, Christophe Fouquet, baru-baru ini mengomentari kemajuan produksi chip di Tiongkok yang menimbulkan tantangan tersendiri bagi industri global.
Kemajuan Produksi Chip di Tiongkok
Tiongkok telah menunjukkan peningkatan signifikan dalam teknologi chip, terutama melalui dua pemain utama: SMIC (Semiconductor Manufacturing International Corporation) dan Huawei. Meskipun terkena sanksi berat dari Amerika Serikat yang membatasi akses mereka ke teknologi mutakhir, kedua perusahaan ini berhasil menciptakan chip 7nm yang mendukung perangkat dengan jaringan 5G.
Prestasi ini menarik perhatian dunia teknologi, tetapi Fouquet menyoroti fakta bahwa tanpa akses ke mesin EUV, perusahaan Tiongkok masih menghadapi batasan besar dalam bersaing dengan produsen chip dari Barat seperti TSMC dan Samsung Foundry.
Keterbatasan Teknologi DUV
Saat ini, SMIC hanya memiliki akses ke mesin litografi DUV (Deep Ultraviolet), generasi sebelumnya dari teknologi EUV. Mesin ini memungkinkan produksi chip pada node 7nm generasi pertama dan kedua, tetapi jauh tertinggal dibandingkan teknologi 3nm yang sudah diadopsi oleh TSMC dan Samsung Foundry. Bahkan, pada tahun depan, produsen chip terdepan tersebut akan mulai memproduksi chip dengan teknologi 2nm, semakin meninggalkan SMIC dan Huawei.
“Dengan melarang ekspor EUV, Tiongkok akan tertinggal 10 hingga 15 tahun di belakang Barat,” ujar Fouquet dalam wawancaranya dengan NRC.
Ambisi Tiongkok Mengembangkan Teknologi Litografi Sendiri
Huawei dan SMIC tidak tinggal diam. Keduanya berupaya mengembangkan alat litografi mereka sendiri agar mampu memproduksi chip dengan node proses yang setara dengan TSMC dan Samsung. Namun, Fouquet memperkirakan bahwa ambisi tersebut membutuhkan waktu panjang, sekitar 10 hingga 15 tahun, untuk benar-benar diwujudkan.
Ketika itu terjadi, kemungkinan besar pabrik pengecoran Barat seperti TSMC dan Samsung Foundry sudah melangkah ke teknologi EUV generasi baru, membuat kesenjangan teknologi tetap sulit dikejar oleh Tiongkok.
Sanksi AS dan Risiko Teknologi Tiruan
Meski dilarang menjual mesin EUV ke Tiongkok, ASML masih diizinkan mengekspor mesin DUV ke negara tersebut. Namun, AS terus menekan agar ASML menghentikan layanan perbaikan untuk mesin-mesin DUV yang sudah ada di Tiongkok.
Risiko Strategis Perbaikan DUV
Jika ASML menyerahkan tanggung jawab perbaikan mesin DUV kepada pihak Tiongkok, ada risiko besar teknologi ini dapat ditiru. Proses ini dapat mempercepat kemampuan SMIC dan perusahaan lainnya untuk memproduksi mesin tiruan dengan fungsi serupa.
Namun, layanan perbaikan tetap dilakukan oleh ASML karena mempertahankan kontrol penuh terhadap teknologi adalah strategi untuk melindungi keunggulan mereka. Selain itu, pasar Tiongkok tetap memberikan kontribusi finansial signifikan bagi ASML, sehingga menghentikan bisnis di wilayah ini dianggap bukan keputusan yang bijak secara bisnis.
Ikuti kami di google news dan saluran WHATSAPP untuk update berita terbaru dari Betang