Berita

Kebijakan TKDN Dinilai Hambat Daya Saing Produk Indonesia di Pasar Global

Avatar of Enny Riana
250
×

Kebijakan TKDN Dinilai Hambat Daya Saing Produk Indonesia di Pasar Global

Sebarkan artikel ini
Kebijakan TKDN Dinilai Hambat Daya Saing Produk Indonesia di Pasar Global

Betang.id – Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang selama ini diterapkan oleh Indonesia kembali menjadi sorotan. Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan dari LPEM FEB UI, Teuku Riefky, mengungkapkan bahwa kebijakan ini justru dapat menghambat daya saing Indonesia di kancah internasional. Ia menilai bahwa TKDN bukanlah solusi terbaik untuk menumbuhkan investasi atau meningkatkan industri manufaktur di dalam negeri.

Apa Itu TKDN?

Kebijakan TKDN bertujuan untuk meningkatkan penggunaan komponen lokal dalam proses produksi suatu barang di dalam negeri. Secara teori, kebijakan ini dirancang untuk memberdayakan industri domestik dan mengurangi ketergantungan pada produk impor. Namun, menurut Riefky, implementasinya di Indonesia cenderung dipaksakan dan mengabaikan mekanisme pasar.

“TKDN itu kan kita pakai untuk meningkatkan komponen dalam negeri untuk produk yang dijual secara domestik,” ujar Riefky dalam acara Selular Forum Business di Jakarta pada Kamis (5/12/2024). Namun, ia menambahkan bahwa kebijakan ini bersifat general distortif, atau menciptakan distorsi di pasar karena adanya paksaan untuk memasukkan komponen lokal dalam jumlah tertentu.

Dampak Negatif TKDN

Riefky menyebut bahwa negara-negara tetangga seperti Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Taiwan lebih berhasil meningkatkan daya saing produk mereka tanpa mengandalkan kebijakan TKDN. Sebagai contoh, produk seperti iPhone di negara-negara tersebut berhasil meningkatkan kandungan lokalnya karena mekanisme pasar, bukan karena paksaan pemerintah.

Ia juga membandingkan kebijakan Indonesia dengan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). Indonesia disebut memiliki kebijakan TKDN yang lebih ketat dibandingkan negara-negara tersebut. Padahal, kebijakan ini, menurut Riefky, lebih sering digunakan untuk menutupi kekurangan daya saing produk domestik daripada benar-benar mendorong inovasi.

“Mereka nggak bisa trace and track, apakah produk mereka itu makin memiliki daya saing atau nggak,” tambah Riefky. Dengan kata lain, sulit untuk mengukur apakah kebijakan TKDN benar-benar berhasil meningkatkan kualitas dan daya saing produk lokal.

Belajar dari Negara Tetangga

Riefky mencontohkan kesuksesan Vietnam, Malaysia, dan Singapura dalam menarik investasi dan meningkatkan daya saing produk mereka. Negara-negara tersebut fokus pada peningkatan kualitas komponen lokal sehingga secara alami terintegrasi ke dalam rantai pasok global tanpa memerlukan kebijakan TKDN yang ketat.

“Di negara-negara itu, komponennya memang kompetitif, sehingga produsen global mau menggunakannya,” jelas Riefky. Hal ini berbeda dengan Indonesia, yang terkesan memaksa produk lokal digunakan, tetapi justru mengurangi minat produsen untuk berinvestasi atau memproduksi barang di dalam negeri.

Mengapa Indonesia Masih Bertahan dengan TKDN?

Salah satu alasan kebijakan TKDN masih dipertahankan adalah keinginan untuk meningkatkan keterlibatan industri lokal dalam produksi. Namun, Riefky menilai pendekatan ini kurang efektif jika tidak diiringi dengan peningkatan daya saing produk.

“Indonesia mau seperti negara lain, tapi caranya by force, bukan by market mechanism,” katanya. Ia menilai bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi agar tidak menjadi penghalang investasi dan daya saing Indonesia di pasar global.

Alternatif Kebijakan untuk Meningkatkan Investasi

Sebagai solusi, Riefky menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada peningkatan daya saing komponen lokal melalui investasi di bidang riset dan pengembangan (R&D), pendidikan, serta infrastruktur. Dengan demikian, produsen global akan secara alami menggunakan komponen lokal karena kualitasnya yang kompetitif.

Selain itu, belajar dari negara-negara seperti Vietnam dan Malaysia, Indonesia dapat memprioritaskan integrasi ke dalam rantai pasok global tanpa harus memberlakukan kebijakan yang menghambat mekanisme pasar.

Ikuti kami di google news dan saluran WHATSAPP untuk update berita terbaru dari Betang