Betang.id – Amerika Serikat (AS) tengah dihadapkan pada keputusan penting mengenai keberadaan TikTok. Platform media sosial milik ByteDance asal Tiongkok ini berada di bawah ancaman larangan atau kemungkinan harus dijual ke perusahaan AS pada awal 2025. Dalam upaya mempertahankan eksistensinya di AS, CEO TikTok, Shou Chew, dilaporkan bertemu dengan presiden terpilih AS, Donald Trump, di kediamannya di Mar-a-Lago.
Pertemuan yang digelar untuk membahas kemungkinan larangan TikTok ini dikabarkan menciptakan komunikasi yang “hangat”, namun belum mencapai kesimpulan yang jelas. Sementara itu, Mahkamah Agung AS tengah bersiap memberikan keputusan final yang akan diumumkan pada 6 Januari 2025.
Keputusan Bersejarah: Larangan atau Penjualan TikTok?
TikTok dihadapkan pada dua opsi berat. Mahkamah Agung AS akan memutuskan apakah TikTok benar-benar akan dilarang sepenuhnya dengan alasan keamanan nasional atau diperbolehkan tetap beroperasi asalkan dimiliki oleh perusahaan asal AS. Keputusan ini berpotensi membuka tenggat waktu hingga 19 Januari 2025 untuk memblokir platform tersebut jika larangan diberlakukan.
Jika pemblokiran terjadi, penyedia layanan seperti toko aplikasi dan hosting internet di AS hanya akan memiliki waktu beberapa minggu untuk mematuhi keputusan tersebut. Hal ini berpotensi mengganggu operasional TikTok di salah satu pasar terbesarnya.
TikTok Melawan Larangan
Michael Hughes, juru bicara TikTok, menyatakan bahwa pihaknya telah meminta Mahkamah Agung untuk memblokir undang-undang pelarangan yang dianggap melanggar kebebasan berbicara. TikTok mengklaim bahwa larangan tersebut merupakan pelanggaran Amandemen Pertama yang menjamin kebebasan berekspresi di AS.
Dalam pernyataannya, Hughes menekankan pentingnya peran Mahkamah Agung untuk meninjau kasus ini secara ketat. “TikTok meminta Pengadilan untuk melakukan pemeriksaan yang paling ketat terhadap larangan berbicara dan menyimpulkan bahwa hal tersebut melanggar Amandemen Pertama,” ujarnya, seperti dikutip dari TechCrunch.
Donald Trump dan TikTok: Dinamika Baru di Pemerintahan
Kehadiran Shou Chew menemui Donald Trump menambah babak baru dalam saga TikTok di AS. Trump sebelumnya dikenal memiliki posisi tegas terhadap TikTok saat menjabat sebagai presiden pada 2020, termasuk sempat memaksa ByteDance untuk menjual operasionalnya di AS. Namun, nada pertemuan terbaru ini mengindikasikan kemungkinan jalan tengah.
Meski begitu, belum ada pernyataan resmi mengenai hasil pertemuan tersebut. Sikap akhir pemerintahan Trump terhadap TikTok dapat sangat menentukan apakah perusahaan asal Tiongkok ini akan mampu bertahan di AS.
Dampak Potensial Larangan TikTok
Jika larangan terhadap TikTok benar-benar diberlakukan, dampaknya akan terasa signifikan. TikTok adalah salah satu platform terbesar yang menjadi ruang kreatif bagi jutaan pengguna di AS. Pemblokiran juga berpotensi memengaruhi hubungan AS dan Tiongkok di sektor teknologi, mengingat TikTok adalah simbol utama inovasi digital asal Tiongkok yang mendunia.
Di sisi lain, penjualan TikTok ke perusahaan AS dapat menjadi solusi untuk mempertahankan keberadaannya di pasar AS tanpa melanggar kekhawatiran keamanan nasional. Meski demikian, opsi ini mungkin menjadi tantangan besar bagi ByteDance dalam hal keberlanjutan kontrol bisnis globalnya.
Langkah Selanjutnya
Keputusan final Mahkamah Agung AS yang dijadwalkan pada 6 Januari 2025 menjadi momen penting yang akan menentukan nasib TikTok di AS. Semua pihak, dari pemerintah, pengguna, hingga ByteDance, menanti dengan penuh kewaspadaan.
Bagi TikTok, perjuangan hukum ini menjadi bukti betapa pentingnya melindungi hak kebebasan berekspresi dalam era digital. Sementara itu, pertaruhan ini juga mencerminkan bagaimana pengaruh geopolitik kini merambah industri teknologi, membawa dampak yang melampaui sekadar hiburan online.